Sabtu, 26 Desember 2015

Catatan / Renungan Akhir Tahun


=TENTANG WAKTU=

sesungguhnya, waktu telah mengingatkan….

bukan kehampaan kosong menyendiri di tempat sunyi,
bukan terang bunga api dan berisik terompet berbunyi,
bukan hingar bingar musik bernyanyi.

sesungguhnya, waktu telah mengingatkan….

seperti halnya rambut yang berubah warna,
seperti halnya sakit-nya raga,
seperti halnya menyusutnya kulit kita.

bahwa….
tujuan perjalanan semakin mendekati,
bahwa….
hamparan hari-hari telah terlewati,
bahwa….
lembaran buku-buku suratan telah terjalani.

sesungguhnya, waktu telah mengingatkan….

bahwa….
para pengantri sedang menunggu pergiliran,
bahwa ….
para pengabdi sedang bersiap memenuhi pemanggilan.

sesungguhnya, waktu telah mengingatkan….

wahai diri yang  bersimbahan hiasan fanawi….
wahai diri yang  menumpuk menggunung alpa….

sedangkan… kini….
antaran detak waktu telah terlalui,
yang …. tak-kan pernah berbalik kembali,
yang …. tak-kan pernah berhenti menanti,

kini……
tibalah saat menyadari…..
amalan  ihsan-i telah menyongsong terhiasi….

ya…Tuhanku…
gelarkan tikar ke-sabar-an sebagai pijakan kakiku,
nyalakan pelita ke-tawadhlu-an sebagai penerang  1/3  malamku,
patrikan marka ke-istiqomah-an sebagai penentu arahku,
petakan rambu ke-ikhlas-an sebagai penentu jalanku,
tebarkan aroma ke-tasyakur-an sebagai penghias amalanku.

ya…Tuhanku…
lindungi aku dari habisnya usia…
tanpa aku bersiap sedia…
‘tuk himpun bekal yang nanti kubawa…

saat menempuh jalan ridha-Mu nan baqa.…

Selasa, 22 Desember 2015

RINDU RASUL (bagian ke dua)




seperti...... terbuka kembali,
lembar-lembar masa, dulu, kemarin, kini,

semak- demi semak tersibakkkan,
detak-demi detak terlewatkan,
meniti merayap pada ruas lembar suratan,
saat siang tegar menerang berjalan,
saat petang melabuh merayap menyembulkan bulan,
saat kabut temaram sepanjang pandang,
saat jalan curam dan menanjak membentang,

senantiasa ku-menunggu,
suara ketukan di pintu iman malamku,
yang kan menjadi getar debar jiwa merindu,
pada Rasul junjunganku,

sang penebar rahmat nan tak berbatas jaman,
sang pembawa kasih nan tak pernah bertepuk sebelah tangan,

tapi... aku malu padamu, ya Rasul junjunganku,

gemerlap sekelilingku, seakan menjauhkanku dari sunnahmu,
jejak langkah kakiku, seakan tertatih mengikuti uswahmu,

aku rindu padamu, ya Rasul junjunganku,

dengan segenap setumpah sepenuh hati.

seolah mungkin seperti,
gelegak jiwa saat senantiasa mengharap barakah,
seolah mungkin seperti,
gejolak rindu-hati siti hawa saat di jabal rahmah.

RINDU RASUL (bagian ke satu)




ketika …..
beratus juta buih bersebaran
diantara gelutan gelombang hidup bergulungan,

ketika …..
berpuluh juta barisan berberaian
diantara bangunan dan kendaraan ber-lalulalang-an,

hingga …..
terjungkal jalan-ku menapaki jejakmu,
tersengal daya-ku mengikuti keteladananmu,
terlena gerak-ku menjalani sunnahmu.

hingga …..
s’makin menggelorakan rindu-kupadamu,
ya…. Mustafa Rasul junjunganku,
walau jauh terpisah jarak dan waktu,

s’makin membara pada setiap ruang hati,
s’makin menjalar pada setiap luang pori.

padahal …..
sepertinya tak cukup bukti,
 ‘tuk tandakan cintaku padamu,
padahal......
sepertinya tak cukup saksi,
‘tuk kabarkan kasihku padamu.

hingga …..
ingin-ku selalu menemu
harmoni nada gemericik air wudhu
berbaur dengan irama bijih-bijih tasbih beradu,
sebagai bekal pembasuh sejuk jiwaku
kala bergabung menyatu dalam barisanmu

Senin, 14 Desember 2015

BULAN SEPARO PURNAMA DI ATAS JEMBATAN AMPERA





(bagian ke dua)

ketika…..
sang tangan – yang hanya bisa
menggoreskan bayang semu
kemudian iri…
pada gejolak sang hati –
yang mampu,menggambarkan indah mata-mu,

serasa telah berlalu sedasa warsa….
padahal segaris senyum masih bersisa,

serasa akan pula menjelang begitu lama……
padahal seikat asa kan menjelma,

sedangkan….
semburat elok rerona,
bergelayut menjulang di atas jembatan ampera,
mengalir membalut hening saat bulan separo purnama,
menderu merindu menerpa,

menuai janji berhias memori,
menjalin  irama nyanyi serenada hati,

seperti….

saat…dulu…ketika….
sekecap bait kata,

saat…dulu…ketika….
sebersit sorot mata,

menjadi untaian maha pesona,
menjadi rangkaian berjuta romansa.
 

nb : untuk memenuhi permintaan seorang teman di palembang