Senin, 23 November 2015

DULU....DI KAKI SINDORO..........



(untuk memenuhi permintaan teman yang 
teringat kisah masa KKN dulu di Temanggung)

diantara lembaran kabut putih menaungi,
diantara lembaban  percik hujan membasahi,
seperti menapak menyibak sunyi setapak jalan,
seperti merebak menguak duri semak hamparan,

sepagi dini, telah menebar arti,
di gelaran permadani kuning pepadi,

betapa samar membias bersit  pesona,
pada saat hati kan menebarkan makna,

ya...
dulu di kaki sindoro.... kala pagi berpendar mentari...
kini....
kita masing-masing di sini.....kala hati menawar romansa memori,

yang tergambar dalam samar berbaur rindu,
yang terpancar dalam debar berbinar semu.

hingga....seakan.....
menerabas halangan ruang seluas ini,
meretas  rintangan waktu selama ini,

padahal....
sedetikpun tak hendak terbayang menghiasi,
dengan pahatan indahnya dambaan mahligai.

sedangkan......tak sanggup dihindari.........

daun-daun telah bertaburan
menebar – menutup bangku di taman,

sedangkan.....tak mampu diingkari.......

dulu.... di kaki sindoro....kala pagi berpendar mentari...

inginku.......
ikat gerai lembut rambutmu - dengan saputangan harapan,
inginku.......
lempar hening air kolam - dengan bebatuan kenang-kenangan.

=buat : aan=

SAKSI CINTA





(seperti dikisahkan dalam buku: Rindu Rasul)

Tentang seorang wanita setengah baya – penjual di pasar – di salah satu kota di JawaTimur. Setelah berjualan di pasar, menjelang dhuhur, ia pergi menuju ke masjid jami’ . Sebelum shalat dhuhur, dipungutinya daun-daun berserakan di halaman masjid, satu demi satu. Demikian hal ini berlangsung setiap hari, sehingga para jamaah yang melihat merasa kasihan. Diusulkanlah oleh para jamaah kepada takmir masjid agar takmir menyapu terlebih dahulu sebelum wanita penjual itu datang.

Pada hari pertama dimulainya daun-daun disapu oleh takmir masjid, begitu datang di masjid, wanita penjual mendapati halaman telah bersih, nampak raut muka-nya kecewa. Setelah tiga hari berturut-turut mendapati daun-daun telah bersih karena sudah disapu takmir, maka menangislah wanita tersebut. Bahkan saat wudhu dan shalat dhuhur pun dikerjakan masih sambil menangis. Akhirnya takmir menjelaskan kepada wanita tersebut, bahwa karena orang-orang kasihan maka disapulah terlebih dahulu halaman masjid. Wanita tersebut, masih dengan menangis menjawab (dalam bahasa daerah), ”Apabila kasihan padaku, biarkanlah daun-daun itu aku yang memungutinya.

Selanjutnya dibiarkanlah kembali daun-daun berserakan dan kembali setiap menjelang dhuhur akan terlihat seorang wanita setengah baya yang memunguti daun-daun satu persatu di halaman masjid jami’.

Kisah ini kemudian sampai terdengar oleh Kyai Zawawi Imran (seorang ulama), kemudian suatu hari ditanyalah wanita tersebut oleh Kyai Zawawi. Wanita tersebut menjawab (dalam bahasa daerah),”Pak Kyai, saya ini seorang yang miskin dan bodoh, saya merasa kalau amalan-amalan saya tidak banyak. Juga mungkin shalat dan amalan saya belum tentu benar. Saya tidak mungkin selamat di akherat nanti, tanpa pertolongan Kanjeng Nabi Muhammad. Untuk itulah, setiap kali saya memungut satu daun, saya mengucapkan shalawat untuk Kanjeng Nabi, saya ingin nanti di akherat daun-daun bersaksi bahwa saya mencintai Kanjeng Nabi, sehingga Kanjeng Nabi akan menjemputku”. Demikian jawaban wanita sederhana setengah baya,sambil meneteskan air mata. Tak terasa, sang Kyai-pun meneteskan air mata terharu.......

Ada pelajaran penting dari kisah tadi:

Bahwa kecintaan kepada Rasulullah saw diwujudkan / diungkapkan oleh seorang yang sederhana dalam bukti bentuk yang tulus dan konkret.
Bagaimana dengan kita...apakah wujud kecintaan kita kepada Rasulullaah saw.?

Menunjukkan sikap kerendahan hati(tawadhu’) dihadapan Allaah swt, sehingga seorang hamba sangat tergantung pada rahmat Allah swt.

Dan bahwa siapa lagi yang dapat menjadi rahmat Allaah bagi semuanya, selain Rasulullah saw. “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam (QS An-Anbiya 107) 

Dan bukankah para pecinta Rasulullaah kelak akan dikumpulkan bersama dengan orang yang dicintainya.

TAK ADA KERETA ANTARA “TOEGOE – TAWANG”

Kenangan Manis Mesti Berlalu (Bagian I)

seandainya ………..

ada desir angin utara menderukan -

serpihan romansa yang dulu ter-renda-kan,



seandainya………..

ada baris awan mengirimkan -
pahatan kenangan yang dulu ter-ukir-kan,

padahal………..
tak ada kereta antara TOEGOE –TAWANG ,
yang kan mengabarkan tentang penantian bangku taman di Kaliurang,
yang kan  membawakan harum untaian kembang ,

padahal………
tak ada pelangi membentangkan  titian
antara puncak Merapi – Ungaran,
yang kan mengalirkan lambaian saputangan,
yang kan menghadirkan indah wewarna  bertaburan.
 


- untuk Th. YS di semarang -

Senin, 16 November 2015

BIAR-KAN...... HINGGA …..





(suatu saat - ketika hujan turun di jogja)

biar-kan setangkup payung  kan-menaungi –
sesosok bayangmu yang tersisa di bangku restoran,

boleh-kan serintik hujan  kan-memerciki –
sedetak debarmu yang teralir di sudut tatapan,

hingga......kauberikan jawaban –
tentang.....
bagaimana cara ’tuk redakan -
terpaan arti yang tadi menyerta ucapmu,

hingga.....kudapatkan jawaban –
tentang.....
bagaimana cara ’tuk lupakan –
hiasan memori tentangmu - yang pernah  menyapa waktuku.

#buat : aan#

Kamis, 12 November 2015

ADALAH SEBATAS........




= suatu saat di yogyakarta =

pada redup mentari sore menepi -
seumpama melebur membaluri hari,
pada segaris larik samar pelangi -
seumpama segores rindu menanti,

juga.........
pada batas cakrawala landasan bandara,
pada lalu lalang lalulintas kota,
pada ujung bait lagu yogyakarta,

seperti merajut perca-perca harmoni,
seperti menebar bulir-bulir memori,

seumpama sejumlah rerintik hujan -
       yang menerpa pada payung naungan,
seumpama semburat lampu restoran –
       yang menimpa pada sudut senyuman,

adalah sebatas hiasan .....
       seperti yang dulu pernah tergambarkan,
adalah sebatas harapan .....
       seperti yang dulu pernah terdiamkan,
adalah sebatas kenangan .....
       seperti yang dulu pernah terlupakan.

Minggu, 01 November 2015

DULU.....DI KAKI SINDORO (bagian satu)




(untuk memenuhi permintaan teman KKN di Temanggung,...dulu...)

akankah dapat tergambar kembali –
           dengan goresan pena kenangan,
segurat senyum-mu yang dulu pernah mencerahkan kegundahan.

akankah dapat terekam kembali –
           dengan lantunan irama paduan,
serangkai kata-mu yang dulu pernah menaburkan keceriaan.

di kaki sindoro.....dulu.....
sewaktu dengan diam – terucap harapan,
sewaktu dengan sunyi - terungkap dambaan,

di kaki sindoro.....dulu.....
sewaktu lengang jalan berbatu membangunkan hati,
sewaktu padi kuning meraya menggelarkan arti,

di kaki sindoro.....dulu.....
bahkan reranting belukar-pun menyibakkan sebersit asa,
bahkan dedaun tembakau-pun merebakkan aroma pesona.